Hadis Sebagai Sumber Ajaran Agama

Saima Putri
Mahasiswi IAIN Padangsidimpuan
Prodi:Pendidikan Agama Islam
Email:saimap628@gmail.com

Hadis Sebagai Sumber Agama, Dalil-dalil Kehujjahan Hadis, Dan Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran
Pendahuluan
Kehujjahan hadits dapat diketahui melalui argumentasi rasional dan teologis sekaligus. Beriman kepada Rasulullah merupakan salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap muslim. Keimanan ini diperintahkan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an agar manusia beriman dan menaati Nabi. Menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib sebagaimana dikutip oleh Idri, bila seseorang mengaku iman kepada Rasulullah, maka konsekuensi logisnya menerima segala sesuatu yang datang darinya yang berkaitan dengan urusan agama, karena Allah telah memilihnya untuk menyampaikan syariatNya kepada umat manusia. Allah juga memerintahkan untuk beriman dan menaati Nabi. Jadi, menerima hadits sebagai hujjah atau sebagai sumber hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keimanan seseorang. Apabila tidak menerima hadits sebagai sumber hukum, maka sama halnya seseorang itu tidak beriman kepada Rasulullah. Jika tidak beriman kepada Rasulullah, maka ia kafir karena tidak memenuhi salah satu dari enam rukun yang harus diimani.

Pembahasan
A.Hadis Sebagai Sumber Agama
Sebagai bangunan atau konstruksi yang di dalamnya terdapat nilai-nilai, ajaran, petunjuk hidup dan sebagainya, Islam membutuhkan sumber yang darinya dapat diambil bahan-bahan yang diperlukan guna mengkonstruksi ajaran Islam tersebut. Mengacu kepada ayat al-Qur’an yang berbunyi:
 Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah)Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik sesudahnya”. QS. An-Nisa’: 59.
 “Aku tinggalkan dua perkara untuk kamu sekalian, yang dijamin tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (al- Qur’an) dan Sunnah Rasul (Hadits).” (HR. Muslim).
     Kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam didasarkan pada keterangan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits juga didasarkan kepada kesepakatan para sahabat.8 Seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajibnya mengikuti hadits baik pada Rasulullah masih hidup maupun setelah wafat. Keberadaan hadits sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, selain ketetapan Allah yang dipahami dari ayatNya secara tersirat juga merupakan ijma’ (konsensus) seperti terlihat dalam perilaku para sahabat. Ijma’ umat Islam untuk menerima dan mengamalkan sunnah sudah ada sejak zaman Nabi, para Khulafa al-Rasyidun dan para pengikut mereka. Banyak contoh yang bisa menjelaskan betapa para sahabat sangat mengagumi Rasulullah dan melakukan apa yang dilakukannya.[1]
     Kedudukan Hadis Nabi sebagai sumber otoritatif ajaran Islam yang kedua, telah diterima oleh hampir seluruh ulama dan umat Islam, tidak saja dikalangan Sunni tapi juga di kalangan Syi’ah dan aliran Islam lainnya. Legitimasi otoritas ini tidak diraih dari pengakuan komunitas muslim terhadap Nabi sebagai orang yang berkuasa tapi diperoleh melaui kehendak Ilahiyah. Oleh karena itu segala perkataan, perbuatan dan takrir beliau dijadikan pedoman dan panutan oleh umat islam dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih- lebih jika diyakini bahwa Nabi selalu mendapat tuntunan wahyu sehingga apa saja yang berkenaan dengan beliau pasti membawa jaminan teologis.Bila menyimak ayat-ayat al-Qur’an, setidaknya ditemukan sekitar 50 ayat5 yang secara tegas memerintahkan umat islam unuk taat kepada Allah dan juga kepada Rasul-Nya, diantaranya dikemukakan sebagai berikut:
Artinya: Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa-apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah. Menurut ulama ayat tersebut memberi petunjuk secara umum yakni semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib dipatuhi oleh orang- orang yang beriman. Dengan demikian ayat ini mepertegas posisi hadis sebagai sumber ajaran islam. Oleh karena itu kewajiban patuh kepada Rasulullah merupakan konsekuenis logis dari keimanan seseorang. Dalam surat al-Nisa’ ayat 80 juga dikemukakan :
Artinya: Barang siapa yang mengikuti Rasul maka sesunguhnya ia telah mentaati Allah.[2] Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam menempati kedudukan setelah Al-Qur’an. Bagi umat Islam merupakan keharusan untuk mengikuti hadis sama halnya dengan mengikuti Al-Qur’an baik berupa perintah maupun larangan. Sebab Al-Qur’an dan hadis merupakan sumber syari’at yang saling terkait. Seorang muslim tidak mungkin dapat memahami syari’at kecuali dengan merujuk kepada keduanya sekaligus dan seorang mujtahid tidak mungkin mengabaikan salah satunya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Nisa’[4]:59. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.[3] Sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an, hadits memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan al-Qur’an. Keberadaan hadits tidak dapat dijelaskan dari adanya sebagian ayat al-Qur’an 1) yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian, 2) yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian, 3) yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula 4) isyarat al-Qur’an yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang menghedaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam al-Qur’an yang selanjutnya diserahkan kepada hadits Nabi. Selain itu ada pula yang sudah dijelaskan dalam al-Qur’an tetapi hadits datang pula memberikan keterangan sehingga masalah tersebut menjadi kuat. Dalam kaitan ini, hadits berfungsi sebagai petunjuk dan isyarat bagi al- Qur’an yang bersifat global, sebagai pengecuali terhadap isyarat al-Qur’an yang bersifat umum, sebagai pembatas terhadap ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, juga sebagai pemberi informasi terhadap suatu kasus yang tidak dijumpai dalam al-Qur’an. [4]

B. Dalil-dalil Kehujjahan Hadits
Kata Kehujjahan merupakan kata berimbuhan yang berasal dari kata “hujjah”. Secara etimologi, hujjah berarti alasan. Sedangkan secara terminologi, hujjah berarti alasan yang harus dikemukakan untuk menetapkan atau mempertahankan pandangan yang diajukan. Kata hujjah disebut juga dengan dasar penetapan hukum. Imbuhan Imbuhan ke dan an pada kata “kehujjahan” berarti keadaan. Dengan demikian, kata “kehujjahan” berarti kedaan dari alasan yang dikemukakan, keadaan dari alsan yang dijadikan sebagai dsara penetapan hukum. Dengan kata lain, kehujjahan berarti dapat tidaknya alasan yang dikemukakan diijadikan sebagai dasar penetapan hukum. Dengan demikia, kehujjahan hadis maksudnya adalah dapat tidaknya hadis dijadikan alasan (dasar) dalam penetapan hukum (Islam).
Seluruh kaum muslimin telah sepakat bahwa sabda, perbuatan dan
taqrir Rasulullah Saw. yang dimaksudkan sebagai undang-undang dan peedoman hidup umat yang harus diikuti, dan yang sampai kepada kita dengan sanad (sandaran) yang sahih, sehingga memberikan keyakinan ang pasti atau dugaan yang kuat bahhwa hal itu datang dari Rasulullah, adalah sebgai hujjah bagi kaum muslimin dan sebagai sumber syari‟at tempat pra mujtahid mengeluarkan hukum-hukum syara‟.
Dalam kaitannnya dengan masalah ini, Muhammad „Ajjaja al-Khatib[5]

C. Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran
Allah swt. menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi dan Rasul-Nya,Muhammad saw. yang penuh berisi hikmah sebagai hidayah kepada kebahagiaan dan keselamatan manusia di dunia dan akhirat. Ia adalah mukjizat Nabi Muhammad saw. Sesuatu yang berasal dari Nabi saw. yang biasa disebut dengan hadis mempunyai hubungan dan kaitan erat dengan Al-Qur’an. oleh Al-Qur’an yaitu sebagai bayan (penjelasan dan menerangkan terhadap terhadap Al-Qur’an. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an itu diungkapkan sendiri Hubungan dan kaitan Hadis dengan Al-Qur’an biasa disebut fungsi hadissesuatu yang kabur dan tersembungi pengertiannya). Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Nahl: 44 :
Terjemahnya: Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Fungsi-fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an ada yang disepakati dan tidak ada perbedaan pendapat. Hal tersebut dapat diketahui dari penjelasan berikut ini:
1.      Bayan al-Taqrir. Bayan al-Taqrir ada juga yang menyebut Bayan al-Tawkid atau Bayan al-Itsbat. Al-Taqriir berarti memperkuat, mempertegas, dan mendukung. Maksudnya, hadis mempertegas, memperkuat, dan mendukung sesuatu yang telah diungkapkan Al-Qur’an. Hadis mengungkap kembali isi kandungan yang diungkap Al-Qur’an tanpa ada penjelasan lebih lanjut dan terperinci. Sebagai contoh, pahamilah firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 62.
2.      Bayan al-Tafsir Hadis menjelaskan ayat yang tidak mudah diketahui pengertiannya. Itulah yang disebut hadis berfungsi sebagai bayan al-tafsir bagi ayat Al- Qur’an. Bayan al-tafsir ini ada beberapa macam. Di antaranya ialah:
a. Tafshil al-ayat al-mujmalah Kata tafshil berarti menjelaskan dan merinci. Sedangkan kata al- mujmalah berarti yang ringkas (global), tidak terperinci. Jadi, yang dimaksud hadis berfungsi sebagai tafshil al-ayat al-mujmalah adalah hadis memerinci pengertian ayat yang ringkas (global), hadis menjelaskan panjang lebar maksud kandungan ayat yang tidak terperinci. Sebagai contoh adalah ayat yang memerintahkan mendirikan salat, tidak diperinci dan tidak dijelaskan oleh ayat itu sendiri dan ayat lain tata caranya, tidak diterangkan rukun-rukunnya, tidak disebut waktu-waktu pelaksanaannya, dan lain-lain.
b. Takhshish al-Ayat al-‘Ammah Kata takhshish berarti menentukan dan mengkhususkan.
 c. Taqyid al-Ayat al-Muthlaqah Kata taqyid berarti mengikat dan membatasi.
d. Bayan al-Ta’yin li al-Ayat al-Musytarakah Kata al-ta’yiin berarti menentukan. Sedangkan kata al-musytarakah berarti lafal yang mempunyai makna yang banyak. Jadi, yang dimaksud hadis berfungsi sebagai bayaan al-ta‘yiin li al-ayat al-musytarakah adalah hadis datang menentukan makna yang dikehendaki dari ayat.
            3. Bayaan al-Tasyrii’
yang dimaksud hadis berfungsi sebagai bayan al-tasyri’ adalah hadis sendiri
Kata al-tasyri’ berarti pembuatan, perwujudan, penetapan aturan. Jadi, mewujudkan, membuat, dan menetapkan suatu ketentuan, aturan, dan hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an.
3.      Bayan al-Nasikh Kata al-nasikh berarti membatalkan, memindahkan, dan mengubah[6]
 Sekiranya hadis Nabi hanya berkedudukan sebagai sumber sejarah, niscaya
perhatian ulama terhadap penelitian kesahihan hadis akan lain daripada yang ada sekarang ini. Kedudukan hadis, menurut kesepakatan mayoritas ulama, adalah sebagai salah satu sumber ajaran Islam.Akan tetapi, terdapat juga sekelompok kecil dan kalangan "ulama" dan umat Islam telah menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Mereka ini biasa dikenal sebutan inkar al-Sunnah. Pada zaman Nabi (w. 632 M.), belum atau tidak ada bukti sejarah yang menjelaskan bahwa telah ada dari kalangan umat Islam yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam.Bahkan pada masaal-Khulafa' al-Rasyidin (632 M.-661 M.) dan Bani Umayyah (661M.750M.), belum terlihat jelas adanya kalangan umat Islam yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Mereka yang berpaham inkar al-Sunnah,sebagaimana yang diidentifikasikan oleh Syuhudi Ismail, barulah muncul pada awal masa 'Abbasyiah (750 M.-1258 M.).3Mereka juga dikenal dengan sebutan munkir al-Sunnah. [7]
Allah swt telah mentakdirkan Rasul saw menjadi orang yang paling mengetahui kehendak al-Qur’an di antara hamba-hambanya. Karena itu tidak mengherankan kalau Allah saw menugaskan kepada beliau menjelaskan al-Qur’an kepada para manusia di samping menyampaikannya kepada mereka. Al-Qur’an membutuhkan bayan. Bayan al-Qur’an harus di cari di dalam al- Sunnah. Hal ini berarti al-Sunnah merupakan jalan memahami al-Qur’an. Karena itulah maka al-Imam Ahmad Ibn Hanbal pernah berkata: Mencari hukum di dalam al-Quran harus melalui al-Sunnah, Mencari agama pun demikian juga. Jalan yang sudah dibentangkan untuk memperoleh fiqih Islam dan syari`tnya yang agung ialah al-Sunnah. Orang yang mencukupkan dirinya dengan al-Qur’an saja, tidak memerlukan pertolongan al-Sunnah dalam memahaminya dan dalam mengetahui syari`tnya, akan sesat dan tidak akan sampai pada tujuan yang dikehendakinya.[8]
                       Fungsi al-Hadits terhadap al- Qur`an yang paling pokok adalah sebagai bayân,
     Sebagaimana ditandaskan dalam ayat: “ k e t e r a n g a n - k e t e r a n g a n (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,. (Qs.16:44)”.
1. Al-Qur`ân telah menghalalkan makanan yang baik-baik (Qs.5:1), dan megharamkan yang kotor- kotor (Qs.7:156); tetapi di antara keduanya (di antara yang baik- baik dan yang kotor-kotor) itu ada terdapat beberapa hal yang tidak jelas atau syuhbat, yang samar- samar (tidak nyata baik dan tidak nyata buruknya).
 2. Al-Qur`ân telah menghalalkan segala minuman yang tidak memabukan, dan mengharamkan segala mi- numan yang memabukkan.
3. Al-Qur’an telah membolehkan daging hewan-hewan yang ditangkap oleh hewan-hewan pemburu yang sudah diajar dengan patuh dan mengerti.
4. Al-Qur`ân melarang orang yang sedang ihram mem-buru buruan dengan muthlaq, artinya tidak me-makai syarat, apabila larangan itu diabaikannya, maka diwajibkan jaza (balasan) atas orang yang melanggarnya (membunuhnya).[9]
Sudah terang bahwa Al-Qur’an al-Karim dan hadis Rasulullah SAW merupakan sumber ajaran Islam sekaligus pedoman hidup setiap muslim yang mesti diperpegangi. Di dalam khazanah keislaman, al-Qur’an lazim disebut sebagai sumber utama (pertama) dan hadis sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang membacanya merupakan suatu ibadah (Manna’ Khalil al-Qaththan, 1994:18). Sedangkan hadis atau biasa juga disebut sunnah adalah segala perkataan, perbuatan dan hal ihwal yang berhubungan dengan nabi Muhammad SAW (Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, 1989:108). Dalam kapasitasnya sebagai pedoman hidup umat Islam, antara al-Qur’an dan hadis tidak dapat dipisahkan karena al-Qur’an sebagai sumber utama dijelaskan oleh hadis, sehingga hadis disebut sebagai bayan terhadap al-Qur’an surat al-Nahl ayat 44. Merujuk pada uraian di atas, maka sebagai pedoman hidup, al-Qur’an dan hadis mesti dijadikan imam atau ikutan dalam kehidupan sehari-hari yang mana kedua-dua sumber tersebut dipatuhi, diacu dan di laksanakan perintah-perintahnya serta dihentikan larangan-larangannya.[10]
Hadits menempati posisi kedua setelah al-Quran sebagai sumber hukum,                 terutama dalam rangka istinbath al-ahkam, demikian kata Abu Zahrah.4 Lebih lanjut, ketegasan mengenai eksistensi hadits begitu juga al-Quran, al-Utsaimin mengemukakan sebagai berikut :
 Pengetahuan mengenai posisi hadits dalam Islam, tidak bisa dilepaskan dari pemahaman mengenai tugas-tugas yang dibebankan kepada Nabi Muhammad Saw., Dalam al-Quran, kita memperoleh beberapa keterangan bahwa Nabi Saw., mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
1. Menjelaskan kitab Allah (al-Quran) Tugas ini berdasarkan firman Allah, ”Dan Kami turunkan kepadamu al- Dzikr (al-Qur’an) agar kamu menerangkan kepada manusia tentang apa yang diturunkan kepada mereka. (QS. Al-Nahl: 44). Penjelasan Nabi Saw., terhadap al- Quran dapat berupa perkataan beliau, dan dapat pula berupa perbuatan beliau.
2. Memberikan teladan Tugas ini didasarkan pada firman Allah Swt.,”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah it suri teladan yang baik bagimu”. (al-Ahzab:21). Nabi bertugas memberikan suri teladan kepada umatnya, sementara umatnya wajib mencontoh dan meniru teladan itu.
3. Rasulullah Saw., wajib ditaati Tuntutan untuk mentaati Rasulullah adalah firman Allah, ”Wahai orang- orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya. (QS al-Anfal:20). Dalam konteks kehidupan sekarang, taat kepada Allah berarti taat kepada ajaran- ajaran yang termaktub dalam al-Quran, sementara taat kepada rasul berarti taat pada apa yang termaktub dalam kitab-kitab hadits.
4. Menetapkan hukum Dalam hal-hal tertentu yang tidak ada keterangannya dalam al-Quran, Nabi dianugrahi otoritas untuk menetapkan hukum secara independen. QS. Al-A’raf ayat 157, telah memberikan otoritas kepada Nabi, ”Rasul menghalalkan bagi mereka segala hal yang baik, dan mengharamkan bagi mereka segala sesuatu yang buruk”.[11]

 Daftar Pustaka
Al-qur, Al-sunnah Bayan, ‘Al-Sunnah Sebagai Bayan Al-Qur’an’, 16, 2
An, Terhadap Al-qur, Institut Agama, Islam Negeri, and Iain Mataram, ‘ع َ ا ط َ َ ف د ْ ق َ و س ل َ لا ُ ر ع ِ ُ ي ن ِ ط ُ س ُ خ ُ ا ه ُ ا َ ت َ آ ا م ُ َ ف لو هو ذ م َ َ ن ا م َ و َ لا م ُ ر ُ ك ْ ك ) 7 ( … او ه ُ َ ت ْ نا َ ف ه’, 12.2 (2015), 180–82
‘In Reply: BEHAVIOUR THERAPY’, The British Journal of Psychiatry, 111.479 (1965), 2–3 <https://doi.org/10.1192/bjp.111.479.1009-a>
Islam, Metodologi Studi, ‘Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam |’, 1210703032, 1975, 125–58
Jayadi, M., ‘KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS DALAM ISLAM Oleh’, Jurnal Adabiyah, XI.2 (2011), 245–51 <http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/adabiyah/article/view/1730>
Khotimah, Indah Husnul, ‘STUDI HADITS : POLEMIK HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM’, December, 2018
Makatungkang, Ramli, ‘KEHUJJAHAN AS SUNNAH DALAM MENGISTINBATKAN HUKUM ISLAM’, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, 2.2 (2016) <https://doi.org/10.30984/as.v2i2.222>
Rudi, Oleh, and Ahmad Suryadi, ‘Hadits : Sumber Pemikiran Tujuan Pendidikan’, Jurnal Pendidikan Agama Islam - Ta’lim, 9.2 (2011), 162–64 <http://jurnal.upi.edu/file/06_Hadits_Sumber_Pemikiran_Tujuan_Pendidikan_-_Rudi.pdf>
Tasbih, ‘Kedudukan Dan Fungsi Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam’, AL-FIKR Jurnal Pemikiran Islam, 14.3 (2010), 331–32 <http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/alfikr/article/view/2326>
Usmi, Fahrul, ‘Al Qur’an Dan Hadist Sebagai Pedoman Hidup Umat Islam (Serial Materi Ajar Al Qur’an Hadist MTs)’, 2009 <http://bdkpadang.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=526:al-quran-dan-hadis-sebagai-pedoman-hidup-umat-islam-serial-materi-ajar-al-quran-hadis-mts&catid=41:top-headlines>




[1] Ramli Makatungkang, ‘KEHUJJAHAN AS SUNNAH DALAM MENGISTINBATKAN HUKUM ISLAM’, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, 2.2 (2016) <https://doi.org/10.30984/as.v2i2.222>.
[2] Tasbih, ‘Kedudukan Dan Fungsi Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam’, AL-FIKR Jurnal Pemikiran Islam, 14.3 (2010), hlm. 331–332 <http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/alfikr/article/view/2326>.
[3] Metodologi Studi Islam, ‘Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam |’, 1210703032, 1975, hlm. 125–58.
[4] Indah Husnul Khotimah, ‘STUDI HADITS : POLEMIK HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM’, December, 2018.
[5] Makatungkang.
[6] M. Jayadi, ‘KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS DALAM ISLAM Oleh’, Jurnal Adabiyah, XI.2 (2011), hlm. 245–51 <http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/adabiyah/article/view/1730>.
[7] ‘In Reply: BEHAVIOUR THERAPY’, The British Journal of Psychiatry, 111.479 (1965), hlm. 2–3 <https://doi.org/10.1192/bjp.111.479.1009-a>.
[8] Al-sunnah Bayan Al-qur, ‘Al-Sunnah Sebagai Bayan Al-Qur’an’, 16, hlm. 2.
[9] Terhadap Al-qur An and others, ‘ع َ ا ط َ َ ف د ْ ق َ و س ل َ لا ُ ر ع ِ ُ ي ن ِ ط ُ س ُ خ ُ ا ه ُ ا َ ت َ آ ا م ُ َ ف لو هو ذ م َ َ ن ا م َ و َ لا م ُ ر ُ ك ْ ك ) 7 ( … او ه ُ َ ت ْ نا َ ف ه’, 12.2 (2015), 180–82.
[10] Fahrul Usmi, ‘Al Qur’an Dan Hadist Sebagai Pedoman Hidup Umat Islam (Serial Materi Ajar Al Qur’an Hadist MTs)’, 2009 <http://bdkpadang.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=526:al-quran-dan-hadis-sebagai-pedoman-hidup-umat-islam-serial-materi-ajar-al-quran-hadis-mts&catid=41:top-headlines>.
[11] Oleh Rudi and Ahmad Suryadi, ‘Hadits : Sumber Pemikiran Tujuan Pendidikan’, Jurnal Pendidikan Agama Islam - Ta’lim, 9.2 (2011), hlm. 162–64 <http://jurnal.upi.edu/file/06_Hadits_Sumber_Pemikiran_Tujuan_Pendidikan_-_Rudi.pdf>.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Hadis Pra-Kodifikasi

Jagan Lukai Hati Ibumu